Thursday, November 22, 2018

Menjelajah Bandung Selatan: Pangalengan

Bandung, apa sih yang pertama kali terlintas dipikiran ketika mendengar nama ini? Bandung, yang sering dijuluki Kota Kembang atau Kota Prianngan adalah salah satu primadona wisata di Jawa bagian barat. Bandung kerap dikenal sebagai Paris Van Java, mengapa demikian? Paris van Java atau 'Parisnya dari Bandung' adalah sebutan pada masa kolonial dahulu. Nama ini diberikan oleh Bangsa Belanda karena eloknya Negeri Bandoeng zaman dahulu sehingga dijuluki Parisnya ala Bandung. Ya, memang keindahan tiap sela dan sisi Kota Bandung ini tiada duanya.

*Potret Gedung Sate sebagai ikon Kota Bandung

Ada yang menarik dari salah satu sisi Kota Bandung. Bandung Selatan, dengan sekian banyak kisah historikal didalamnya yang kalau berkendara dengan motor sekitar 2,5 jam dan 2 jam kurang dengan mobil jika lewat ke Tol Soroja. Kali ini yang bakal aku ulas adalah Pangalengan, sebuah tempat yang sejuk nan asri. Hamparan kebun teh, danau yang 'ngemplak caina', juga sejarah-sejarah yang ada di dalamnya tumbuh bersama dan mengakar bersama tempat ini. Ada apa aja sih di Pangalengan ini? Yuk simak beberapa wisata di Pangalengan ini menurut yang pernah aku kunjungi mwehehehe.

1. Arung Jeram (Rafting)

Ada yang suka main air sekaligus suka tantangan? Sebaiknya cobain deh yang satu ini kalo lagi berkunjung ke Pangalengan! Pokoknya sayang banget kalo main kesini tapi ga cobain tantangan yang satu ini. 
Arung jeram ini dilakukan di sebuah sungai yang bernama Sungai Palayangan. Lokasi sungainya yaitu tepat disamping Danau Situ Cileunca. Waktu itu kami menggunakan jasa dari Arture Indonesia

Biaya yang dikenakan perorangnya yaitu Rp. 150.000. Oh ya, kayaknya jasa yang ditawarkan dari Arture Indonesia ini bener-bener aku rekomendasikan karena selain pelayanannya yang bagus, guide yang diandalkan pun sangat profesional dan terlatih juga kocak abis. Hehehe. Panjang sungai yang digunakan untuk Arung Jeram di Sungai Palayangan ini kira-kira berjarak 5 Kilometer dengan estimasi waktu 90 menit - 120 menit dan fasilitas standar yang didapatkan adalah pelampung, dayung, perahu karet. Setelah selesai mendaftar, kita akan diberi pengarahan atau briefing oleh para guide yang handal. Ini harus benar-benar dipahami secara seksama. Disini dilakukan pembagian tim. Satu tim terdiri dari 4 peserta dan 1 guide profesional. Setelah pengarahan selesai, kamipun mulai berjalan kaki ke area wisata Situ Cileunca tentunya sudah menggunakan pelampung dan helm. Disana kami sudah ditunggui oleh sesekakang guide yang katanya namanya Kang Dilan. Hahaha afa-ada aja. Satu persatu dari kami mulai menaiki perahu karet, berdasarkan tim yang sudah di bagi. Eh, kok ke Danau? Bukan ke sungai? Yap, ke danau! Karena untuk mencapai lokasi Sungai Palayangan itu cukup jauh jika melewati jalan aspal. Maka dari itu kami memotong jalan dengan cara menyeberangi Situ Cileunca. Mungkin 10 menit lamanya untuk sampai ke Sungai Palayangan, kamipun merayap naik ke atas jembatan dan kembali menuruni turunan yang curam. Sesampainya di hulu Sungai Palayangan, kami berdoa bersama untuk keselamatan kami dan berfoto ria.


Adventure pun kami mulai. Partnerku ngikut Kang Dilan untuk menuruni perahu karet ke sungai. Lalu, satu persatu anggota timku mulai menaiki perahu karet. Yeay, kita basah-basahan! 😂 BOOM, KANAN, KIRI dan aba-aba lainnya mulai diteriaki oleh Kang Dilan. Ini bener-bener mengasyikan pokoknya!



Kira-kira 1 jam lebih kami mengarungi Sungai Palayangan berikut nama-nama jeramnya, kami istirahat di sekitaran hutan rahong. Disana kami ngopi untuk menghangatkan tubuh.  Hari sudah lumayan meredup, kira-kira jam 5 kami sampai di Rahong. Kami pun melanjutkan perjalanan kami untuk menghadapi tantangan lainnya, untuk sampai ke akhir wahana. 45 menit lamanya basah-basahan lagi, kami pun sampai di akhir tantangan. Sesampainya, kami dijemput oleh mobil penjemput yang akan mengantar kami ke basecamp Arture Indonesia. Itulah cerita dari Arung Jeram Situ Cileunca.


2. Sunrise Point Cukul

*Sunrise Point Cukul dan pemandangannya 

Sunrise Point Cukul, awalnya bukanlah tempat wisata umum. Tempat ini sebenarnya hanya kebun teh. Awalnya tempat ini menjadi spot para fotografer yang memburu pemandangan atau landscape photography. Namun kian hari, tempat ini menjadi ramai dikunjungi karena pemandangan yang disuguhkan menarik para pengunjung untuk datang kesini. Biasanya orang-orang yang berkunjung kesini datang sepagi mungkin untuk menyaksikan Sunrise ataupun kabut tipis yang menutupi Kota Pangalengan., namun tak jarang juga yang bermalam disini dengan menggunakan tenda.

Sunrise Point Cukul berlokasi di desa Sukaluyu, Cukul. Untuk mencapai ke tempat ini, dibutuhkan waktu selama 2 jam dari pusat Kota Bandung dengan menggunakan motor atau mobil. Tiket masuk ke tempat ini adalah sebesar Rp. 22000. Disini tersedia banyak warung, jadi jika anda lapar tidak perlu khawatir hehe. Fasilitas lainnya seperti lahan parkir dan toilet juga ada disini. Juga beberapa spot foto untuk 'selfie' atau 'wefie' disediakan. Untuk berfoto di spot-spot tersebut, tidk perlu membayar lagi. Sebaiknya jika anda berkunjung ke kota Bandung dan menyukai indahnya pemadangan (apalagi yang suka dengan foto-foto), berkunjunglah ke Sunrise Point Cukul ini. Namun untuk mendapatkan pemandangan yang fantastis, itu untung-untungan hehe. May lucky be with you guys 😙



*Sunrise Point Cukul

3. Gunung Artapela



*Samudera di atas awan Gunung Artapela

Adakah yang suka dengan petualangan seperti naik gunung? Jangan khawatir, Pangalengan punya gunung yang bisa didaki oleh agan dan sista kok. "Tapi, naik gunung kan capek?" Jangan khawatir lagi! Medan menuju puncak Sulibra, Gunung Artapela ini sangat bersahabat kok. Agan atau sista pendaki pemula atau baru mau jadi pendaki? Mendaki kesini aja! Cocok banget pokoknya, recommended deh. Mamaku juga pernah aku ajak ke Gunung ini. Yaa berhubung aku pendaki, Mamaku jadi ikut-ikutan deh. Akhirnya penasaran katanya pengen tau rasanya naik gunung itu gimana. Apa coba rasanya? Ya capek lah, tapi puas hehe. Lelahnya perjalanan kita akan terobati ketika kita melihat keindahan pemandangannya lho!

Puncak Sulibra, Gunung Artapela ini memiliki ketinggian 2194 m DPL. Sebenarnya untuk menuju ke Puncak gunung ini ada 2 jalur berbeda, satunya dari Pangalengan dan satunya dari Kertasari atau Ciparay. Nah, yang akan dibahas adalah ya jalur Pangalengan ini. Tiket masuknya yaitu Rp. 10.000. Untuk menuju kesini, bisa diakses dengan motor ataupun mobil. Namun tidak ada angkutan umum untuk menuju kesini, kecuali numpang sama truk atau mobil petani hhahaha...
Basecamp pendakian ini berada di kompleks Wayang Windu Geothermal. Info lokasi dapat dilihat dan mengikuti Google Maps dengan mendireksikan ke Parkiran Wisata Puncak Sulibra, atau agan sista tinggal klik disini.

Untuk mencapai puncak, dibutuhkan waktu 2 jam saja! Trek yang disuguhi pun tidak begitu menanjak. Pokoknya benar-benar bersahabat. Tapi ya tetep nanjak sih, namanya juga naik gunung hehe. Selama perjalanan, kita akan menemui kebun-kebun milik petani. Tanaman yang ditanam pun beragam, seperti wortel, kol, sosin (apa bahasa Indonesianya?), dan lain sebagainya. Dan dipuncak juga terdapat air, namun harus berjalan sekitar 10-15 menit dulu untuk sampe ke mata airnya. Dengan estimasi waktu pendakian selama itu, telah dilakukan oleh pendaki pemula seperti Mamaku hehe. Nah, untuk kalian yang pengen naik gunung tapi ngga mau capek, main kesini aja hihihi. Di puncak ini bisa dibangun sekitar kurang lebih 100 buah tenda. Luas deh Kalo agan dan sista ngga mau berkemah, agsist bisa tektok kok. Maksudanya,PP satu hari pendakian tanpa berkemah. Jika agan dan sista beruntung akan mendapat sunrise yang cantik dan samudera diatas awan lho!


*Sunrise Puncak Sulibra, Gunung Artapela

Jika berkunjung kesini, jangan lupa tetap jaga kebersihan dan hormati alam sekitar yaa. Tetap ramah ke pendaki lain, dan tetap ramah kepada petani-petani selama di perjalanan yaa!

*Pemandangan Kota Bandung Timur dari Puncak Sulibra, Gunung Artapela

4. Bosscha-thing dan Kebun Teh Malabar


*Rumah Bosscha, pembuat Teropong Bintang di Lembang

Karel Albert Rudolf Bosscha (lahir di Den Haag, Belanda, 15 Mei 1865 – meninggal di Malabar Bandung, Hindia Belanda, 26 November 1928 pada umur 63 tahun) adalah seorang Belanda yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pribumi Hindia Belanda pada masa itu dan juga merupakan seorang pemerhati ilmu pendidikan khususnya astronomi.

Pada bulan Agustus 1896, Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar. Dan pada tahun-tahun berikutnya, ia menjadi juragan seluruh perkebunan teh di Kecamatan Pangalengan. Selama 32 tahun masa jabatannya di perkebunan teh ini, ia telah mendirikan dua pabrik teh, yaitu Pabrik Teh Malabar yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Olahraga Gelora Dinamika dan juga Pabrik Teh Tanara yang saat ini dikenal dengan nama Pabrik Teh Malabar. (https://id.wikipedia.org/wiki/Karel_Albert_Rudolf_Bosscha)
Bosscha adalah pembuat Bosscha Observatorium di Lembang, sebelah  utara kabupaten Bandung. Observator ini sendiri adalah sebuah teropong bintang raksasa. Rumah dan Makam Bosscha terletak di daerah 'Pintu', yaitu sebelah timur pusat kota Pangalengan.

Di Pangalengan, terdapat rumah peninggalan Bosscha dan tak jauh dari sana adalah tempat peristirahatan terakhirnya. Konon rumah ini sedikit seram, bahkan jika kita mendengar beberapa cerita tentang rumah ini, sedikitnya bulu kuduk kita ikut merinding. Hiiiiii... Tapi jangan salah, rumah Bosscha ini boleh dikunjungi. Untuk sekedar berfoto-foto diluar, kita hanya membayar seikhlashnya kepada penjaga. Disini juga disediakan 'Tour de Bosscha huis'. Dan disini juga terdapat beberapa villa atau penginapan. Katanya sih lumayan mahal  xixixi.

*Villa-villa yang disewakan
Tak jauh dari lokasi ini, kita bisa mengunjungi tempat peristirahatan terakhirnya. Lokasinya sekitar 1 kilometer dari rumah Bosscha.

*Makam Karel Albert Rudolf Bosscha

Bisa dibilang, kedua tempat diatas cukup seram menurut saya sebagai seorang manusia yang penakut hahaha... Tapi setelah eksplor 2 tempat diatas, maukah memanjakan mata dengan melihat perkebunan teh yang indah? Ya itu tadi, hamparan kebun teh di Pangalengan ini dulunya dijuragani oleh Pak Bosscha. Hehe...
Kalau datang kesini, jangan lupa untuk bawa perangkat yang bisa buat foto-foto ya hehe. Sekali lagi, tetep jaga kebersihan yaa...

*Perkebunan teh Malabar
5. Pemandian Air Panas Cibolang

Setelah berjalan-jalan dan eksplor sana-sini, rasanya capek dan pegel-pegel juga ya. Sepertinya butuh relaksasi nih. Hmmm... Gimana kalau berendam di air panas yang panasnya dimasak sama bumi? Mau kan mau kan? Nah agsist pasti mau banget, apalagi habis capek kesana-kemari hehe. Kemon lesh gohh kita ke Pemandian Air Panas Cibolang.

Lokasi pemandian air panas ini adalah ke arah timur kalau dari pusat kota Pangalengan, mungkin sekitar 30 menit. Namun hati-hati, jalanan kesini biasanya becek dan ada kubangan air yang cukup dalam. Jalannya jelek dan berbatu, maka agsist harus berhati-hati ya!

Tiket masuk untuk kesini yaitu perorangnya Rp. 20.000, motor Rp. 5.000 dan mobil Rp. 10.000. Belum nanti parkir sekitar 2000 rupiah. Fasilitasnya cukup baik. Disini juga terdapat bungalow lho. Mau lebih privasi? Ada kolam kamar. Namun harus membayar lagi sekitar Rp. 10.000/orang. Mau VIP? Ada! Perorang dikenakan biaya Rp. 32.000 dan itu sudah termasuk tiket masuk perorangan. 
Tunggu apalagi? Ayo segera manjakan tubuh agsist yang udah kecapekan mondar mandir sana sini hehehe...

6. Citere Resort Hotel

Setelah eksplor kesana kemari, berfoto ria dan berendem-rendem manja, terus tidurnya dimana? Aku mau kasih tahu sama agsist yang lagi bingung mau tidur dimana dengan harga terjangkau namun fasilitas cukup memuaskan. Tidur di Citere Hotel aja! Citere Hotel berada di sebelah timur pusat kota pangalengan, yang mana hotel ini searah ke arah Pemandian Air Panas Cibolang dan Rumah + Makam Bosscha. Harga permalamnya yaitu Rp. 350.000 dengan fasilitas air panas. Ruangannya nyaman dengan harga seminimalis itu. Citere Hotel juga memiliki kolam renang dan taman-taman. Ada gazebo juga untuk berkumpul-kumpul. Parkirannya cukup luas yang bisa menampung sampai 10 mobil. Kamar yang tersedia cukup banyak, selengkapnya cek di Hotel Citere Resort (Klik aja hehe).

Nah, sekarang... Selamat tidur yaaaaa para Agan Sistah yang kecehhh.

Kalau habis berkunjung dari Pangalengan, jangan lupa membeli susu KPBS Pangalengan dan permen susu yang manis-manis yaa. Juga kudu beli Pia Kawitan! Itu beneran enak banget dan wajib jadi oleh-oleh kalo berkunjung kesini.

Itulah beberapa ulasan tentang beberapa tempat yang pernah aku kunjungi. Semoga artikel ini bisa menjadi referensi agsist untuk main kemana-mananya kalau lagi main ke Pangalengan. See you on next post :) 

Monday, July 30, 2018

Explore Yogyakarta: Teras Kaca Pantai Nguluran, Pantai Ngobaran, Puncak Batara Sriten, Puncak Bintang, Candi Ratu Boko

Explore Istimewanya Yogyakarta, 26-29 Juli 2018 sekaligus Ulang Tahun di kota orang hehe

Rutinitas kuliahku yang begitu-gitu aja membuat jenuh. Sehingga akhirnya saya dan partner (eveything) memutuskan untuk traveling bersama. Kami berbeda kota, tetapi sudah sama-sama me-arrange jadwal bersama. Inilah caraku untuk melepas penat hehe.

26 Juli 2018 Subuh, saya order gojek untuk ke stasiun Kiaracondong, btw saya berdomisili Bandung.

I'm a Backpacker!

Gejes ... Gejes ... Gejes ...
Kereta Senja judulnya. Pemberangkatan kereta Pasundan pukul 5.35 subuh dari St. Kiaracondong dengan tujuan akhir St. Surabaya Gubeng. Tapi kan saya berhenti di St. Lempuyangan Yogyakarta hehe. Harga tiket dari St. Kircon ke St. Lempuyangan yaitu 94rb (kelas ekonomi) dengan prakiraan sampai ke St. Lempuyangan pukul 14.25 sore. Singkat cerita saya sampai di Yogyakarta. Selanjutnya order gojek untuk menuju ke hotel RedDoorz near Stadion Mandala Krida, kamar yang disediakan oleh RedDoorz ini sangat direkomendasikan bagi traveler dan backpacker dengan harga yang murah. disana saya beristirahat untuk esok hari dan merajut mimpi (bobo manjah).

27 Juli 2018 Pagi, kami menyewa motor Vario 110 di depan St. Lempuyangan untuk 3 hari lamanya seharga 160rb totalnya. Kami sarapan dulu disana, lalu greng greng greng otw ke Teras Kaca Pantai Nguluran untuk hunting foto disana. Perjalanan yang panjang dengan medan yang berkelok-kelok membuat jantung kadang berdebar hehe.

Finally setelah perjalanan selama 1 jam 15 menit (44 kilometer dari pusat kota Jogja), kita sampai di Teras Kaca Pantai Nguluran. Sesampainya disana, kita memarkirkan motor dan membayar parkir sebesar 3rb. Lalu masuk ke area wisata, perorang dikenakan biaya 5rb rupiah.Selanjutnya untuk berfoto di beberapa lokasi, berfoto di Teras Kaca harus membayar 20 ribu perorang dengan durasi maksimal berfoto selama 2 menit. Indah namun menegangkan jika mata kita tak sengaja melihat ke bawah kaki kita xixixi 


  


Selanjutnya membeli tiket berfoto di "Huge Chair" dengan harga 15ribu/orang dengan durasi berfoto 3 menit. Masih di area wisata Pantai Nguluran juga, namun kita harus berjalan lebih tinggi sedikit untuk bisa ke Huge Chair ini.


 

Lalu setelahnya kami menikmati alam disini, dan berfoto secara cuma-cuma sembari menyiapkan tenaga untuk lanjut cusss. 




Setelah puas berfoto ria di Pantai Nguluran ini, kami melanjutkan perjalanan kami ke Pantai Ngobaran. Perjalanan pun cukup melelahkan, karena kita harus menempuh perjalanan kurang lebih 43 menit atau dengan jarak 26 kilometer. Sesampainya di Pantai Ngobaran, kami istirahat sejenak dan memesan Kelapa Muda yang segar untuk sekedar menghilangkan dahaga. Harga perbuah yaitu 10 ribu saja. Setelah sisa-sisa regukan kelapa muda habis, kami mulai berfoto ria. Pemandangan Pantai Ngobaran membuat saya takjub, karena viewnya kayak lagi dimanaaaa gitu. Mirip Bali exactly, walaupun saya belum pernah ke Bali hahaha. Di Pantai Ngobaran ini, terdapat beberapa Pura. Ini membuat ke-eksotisan Pantai ini menjadi lebih menarik.




Berfoto, mengendarai motor dan ngobrol sepanjang jalan ternyata membuat perut kami keroncongan. Lalu kami memesan Udang Saus Asam Pedas dan Sayur Kangkung + 2 porsi nasi. Lahap sekali kami makan karena memang laper banget xixixi. Totalnya 60rb sudah termasuk kelapa yang tadi.

Waktu menunjukan pukul 13.00, lalu kami melanjutkan kembali perjalanan ke Puncak Batara Sriten yang berlokasi di Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul. Kalo bisa dibilang, menempuh dari Pantai Ngobaran ke Puncak Batara Sriten ini artinya dari ujung ke ujung. Hiks, jauh banget pokoknya. Kembali kita harus menempuh perjalanan yang sangat jauh, yaitu sejauh 48 kilometer atau dengan waktu 1 jam 22 menit. Hutan-hutan kampung dilalui, jalanan berkelok (lagi) dijabani, menanjak-menurun jalannya sampe ngocok-ngocok perut, kami jalanin juga.

Wow!!! Ternyata akses menuju ke Puncak Batara Sriten ini sangat ekstrim. Menanjak curam, juga jalanan yang jelek menjadi tantangan bagi kami. Mantap djiwa pokoknya hehe. Oh ya, kalau mau kesini, pastikan kendaraan yang akan digunakan dengan kondisi prima. Juga remnya yang harus baik, karena seriously, trek nya ekstrim banget. Sebenernya lebih direkomendasikan motor manual ya.

Akhirnya kami sampai di lokasi ini dengan kondisi badan pegal-pegal. But we worth it, karena apa yang disuguhkan oleh Puncak Batara Sriten ini bener-bener membuat mataku jernih dan segar kembali setelah perjalan yang jauh, melelahkan dan membuat ngantuk. Amazing Place!!!
Oh ya, Puncak Batara Sriten / Embung Batara Sriten ini adalah titik tertinggi dari Kabupaten Gunungkidul. Yang menjadi acuan kami mengunjungi tempat ini, karena Batara Sriten belum banyak orang tau. Pokoknya, tempat ini keren banget!
Untuk tiket masuk kesini, 2 orang dan 1 motor hanya perlu membayar 10 ribu saja. WHAT A CHEAP ENTRANCE COST UNTUK TEMPAT SEKEREN INI!!!
Hal pertama yang akan kita lihat di lokasi ini adalah danau buatannya. Embung Batara Sriten.

Embung Batara Sriten dari Lokasi Parkir

Eh, ini bukan puncaknya. Kita harus jalan kaki dahulu sekitar 5 menit untuk sampai ke puncak. Sembari berjalan, tak luput kepala menengok ke belakang. Sekali lagi, ini keren banget! Kita bisa melihat danau dari atas dan juga pemandangan wonosari. Lumayan sih cape wkwkwk.

Pemandangan Embung Batara Sriten dari titik yang cukup tinggi.

Kami lanjut berjalan menuju puncak. And wow! Kita sampai diatas! Ini sih bener-bener keren. Semua sisi dari Gunungkidul terlihat, juga pemandangan Kota  Klaten dan sekitarnya. Bahkan, pucuk Gunung Merapi dan Merbabu yang ada di Magelang sana terlihat, namun sebagiannya terlihat sedang diselimuti awan. Angin yang sepoi-sepoi membelai wajah membuat semakin takjub merasakan kuasa Tuhan.

Pemandangan Kabupaten Gunungkidul

Pemandangan kota Klaten

                                   *Tugu batu Puncak Batara Sriten

*Menikmati indahnya pemandangan, tanpa tripod

*Patok / penanda keterangan ketinggian

Kami menghabiskan waktu disini hingga petang menjelang, menunggu eloknya sang mentari senja yang hendak kembali pulang pada malam. 

*Pucuk gunung Merapi dan Merbabu terlihat dari Puncak Batara Sriten

Langit pun meredup, bulan dan bintang mulai bertaburan di langit gelap. Tandanya kami harus bergegas pulang karena jalan yang akan dilalui adalah curam menurun juga gelap tanpa ada lampu jalan. Perlahan kami menuruni jalanan yang butut itu. setelah 30 menit di jalanan yang rusak dan gelap, syukurlah kami menemukan perumahan warga, sampai sudah di jalan utama. Namun, kemanakah tujuan selanjutnya?

Kami menyusuri jalan panjang, hingga kami memutuskan untuk melanjutkan ke daerah yang berderetan rumah makan. Puncak Bintang. Disana kami memesan beberapa kudapan dan minuman khas yang bernama Wedang Uwuh. Aneh sekali rasanya, tapi bisa menghangatkan perut karena wedang ini terbuat dari sampah rempah-rempah (uwuh dalam bahasa jawa artinya sampah) seperti jahe, daun-daun apalah entah. Pokoknya rempah-rempah deh. Warnanya merah, dan juga berisi uwuh-uwuh tersebut. And what a fabulous night, ternyata pemandangan disini indah. Kalo Bandung punya Punclut Ciumbuleuit, Jogja punya Puncak Bintang ini. Dan aku mengabadikan beberapa foto disini.


*Pemandangan kota jogja dari selasar salah satu rumah makan di Puncak Bintang.


Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan selama seharian, kami memutuskan untuk kembali ke hotel untuk beristirahat. Motor pun dipacu dengan kecepatan yang cepat, karena hendak segera membersihkan diri dan beristirahat. Kami sampai di hotel sekitar pukul 20.00 malam. Sehabis membersihkan badan dan istirahat sejenak, kok kami mulai merasa bosan, akhirnya pukul 22.30 malam kami berangkat  lagi dari hotel menuju jalan Mangkubumi. Itu seberangnya Malioboro. Disana kami menyantap kudapan lezat dari Pos Ketan Legenda, kami memesan Ketan Durian dan Susu Jahe. Mantap sekali, juga perut yang hangat. Sampai-sampai kami bersendawa berkali-kali hahaha

Selesainya dari menyantap kudapan tadi, kami 'nomaden' lagi menuju Tugu Yogyakarta. Disana kami menikmati malam dan mengambil beberapa foto "Light Trail".


Tak terasa jam menunjukkan pukul 00.00. Happy Birthday to me ^_^
Yap, 28 Juli aku ulang tahun hehehe. Setelah setengah jam bercakap diantara lampu kota dan bisingnya kendaraan, kami pun pulang kembali ke hotel dan tidur. Sungguh hari yang sangat melelahkan sekaligus menyenangkan.

Kring... Kring... Alarm berbunyi kebelasan kalinya tapi kami tidak bangun hahaha
Ternyata sudah jam 8 pagi. Kami bangun sangat siang, ya namanya juga cape habis sekian jam kesana kemari. Lalu kami bersiap-siap, hari ini 28 Juli pagi kami pergi ke beberapa wisata kuliner.
Pukul 9 pagi, kami menyalakan mesin motor, kami pergi ke Jalan Prawirotaman. Il Tempo del Gelato, sebuah kedai Gelato (semacam es krim) yang rasanya enak dan menyegarkan. Kami memesan 2 cone gelato. Dengan harga 25rb/porsi, kita bisa mendapatkan 2 varian rasa gelato dan menggunakan wadah cone.

 
*Coklat + Snickers dan Jahe + Kopi Moka

*Gaya vintage kedai Il Tempo del Gelato yang menjadikan 'instagramable' place

Habis sudah gelato di tangan kami, selanjutnya kami kembali ke hotel dan bersiap-siap check out.
Setelah balik ke hotel dan selesai packing, kami check out dan kami bergerak menuju condongcatur.

Sebelum sampai ke homestay, kami melipir ke salah satu kedai jajanan yang sedang viral yaitu Korean Food gitu deh. Kedai Mimilk Susu, terletak di Jalan Nusa Indah, Condongcatur. Disana kami memesan Mozarella Crispy dan Hotdog Kentang with Mozarella Topping. Hmmm... Itu bener-bener melting banget kejunya. Pengen nambah tapi makan satu aja udah kenyang hahaha. Ini juga menjadi makan siang kami.

Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalanan ke homestay selanjutnya. Kami check in ke Airy Eco Condongcatur Asem Gede. Airy room juga menyediakan harga yang pas dikantong backpacker seperti saya hehe. Juga disediakan food, drink and bathroom amenities yang gratis, bahkan boleh dibawa pulang. Setelah proses check in selesai, kami istirahat sejenak.

Waktu menunjukkan pukul 15.00, artinya kami harus menancap gas lagi ke lain tempat.Where is our next destination? Candi Ratu Boko!
Ditempuh selama 30 menit menggunakan motor. Akhirnya sampai! Ternyata penuh oleh wisatawan tempatnya berhubung ini weekend. Disana kami jepret-jepret dan exploring candi-candi yang masih ada di dalam komplek Istana Ratu Boko. 

*Gerbang Istana Ratu Boko

* Pendopo Istana Ratu Boko
Sayangnya, saya tidak memotret semua spot candi ini. Karena luas bangeeett.
Akhirnya sunset menjelang, pengunjung mulai pada balik kanan. Hmmm ini dia yang kami tunggu. What a beautiful view. Jogja memang istimewaaaaaa.

*Sunset dari Gerbang Istana Ratu Boko

Hari pun sudah sangat gelap, suasana sudah mulai mencekam. Lalu kami pun ikut balik kanan. Sepertinya kami pengunjung terakhir yang keluar dari Candi ini xixixi. Untung ngga diusir sama satpamnya hehe.

Kami kembali ke Jogja Kota, eh ternyata kami belok dulu ke daerah Imogiri. Motor dipacu dengan kecepatan yang tinggi. Sampailah di sebuah tempat makan yang bernama Sate Klathak Pak Bari Pasar Wonokromo. Begitu kagetnya ketika sampai, karena mobil-mobil berderatan parkir disini. Ternyata ini adalah destinasi wisata kuliner bagi wisatawan. Mungkin hanya kami satu-satunya yang menggunakan motor xixixi

*Tempat pembakaran Sate Klathak

*Sate Klathak dan kuahnya, ditusuk pakai jari-jari sepeda

Untuk 2 tusuk Sate Klathak, berharga 20 ribu rupiah.
Foto diatas itu udah digerogotin setengahnya wkwk jadi tinggal segitu lagi.

Setelah kenyang menyantap makan malam sate klathak + gulai kambing, kami langsung menuju ke deretan angkringan-angkringan malioboro.
Kami langsung menuju Angkringan Kopi Joss Lik Man. Disana kami sedikit mengunyah-ngunyah juga, sate usus dan sate ati-ampela. Lama kami menikmati malam sembari berbincang. Deru kendaraan yang berseliweran lewat, pengamen-pengamen yang 'nyeni' sampai 'mbak-mbak bohongan' ada disini menggaduhkan sepanjang angkringan malioboro. Tentu sangat cair suasananya, gelak tawa orang-orang terdengar.
Setelah berlama-lama di angkringan ini, sekitar pukul 22.00 kami balik kanan pulang ke homestay di condongcatur. Kami harus kembali packing karena keesokan harinya kami harus mengakhiri trip ini dan pulang ke kota masing-masing. Hiks... 😢

Minggu Pagi, 29 Juli pukul 05.30, kami kembali ke persewaan motor yang berada di depan St. Lempuyangan untuk mengembalikan motor yang kami pakai. Setelah mengembalikan, kami order Go-Car untuk menuju St. Tugu. Dan kami pulang ke kota masing-masing, dengan sekian kesan menarik pada trip ini. And the journey will be continue soon. See u next time hehehe

*Selama Trip ini, kami hanya mengandalkan Google Maps 😁

Wednesday, February 14, 2018

Traveling ke Pulau Tidung, Kepulauan Seribu

Kata siapa Kota Jakarta cuma punya panas? Nyatanya Jakarta memiliki banyak sekali surga di dalamnya. Pengen liburan tapi waktunya mepet dan cari yang deket? Mau ke pantai dan pulau yang bagus tapi dimana? Kalo mepet, ngga usah jauh-jauh pergi ke Bali. Jakarta juga keren! Ayo explore sela-sela Jakarta!

Rencana yang sudah jauh-jauh hari aku arrange, akhirnya tiba juga waktunya. Horeee! Traveling lagi!
Kamis, 8 Februari 2018 ransel besar ini ku angkat ke atas bahuku. Perjalanan akan segera dimulai. Siang itu aku berangkat dari Bandung ke Jakarta menggunakan jasa Bus Primajasa jurusan Garut – Jakarta. Setelah bus ini sekian lama mengetem di Terimanal Bayangan Cileunyi, akhirnya bus melaju juga. Kondektur bus pun mulai menariki biaya tiket. Hanya 40 ribu saja untuk bisa sampai ke Jakarta menggunakan bus ini. Berjam-jam lamanya berada diatas bus yang melewati panjangnya jalan Toll, aku nikmati.
Setelah pegal terlalu lama duduk selama 3 jam, akhirnya bus sampai di Pool Primajasa Cililitan. Selanjutnya aku memesan Go-Jek untuk melanjutkan perjalanan ke sebuah hotel di daerah Sawah Besar, ke kamar yang sudah aku pesan. Selanjutnya aku check-in dan beristirahat untuk esok hari.

Jum’at pagi, 9 Februari 2018 aku bangun. Ternyata partnerku sudah berada di depan kamar membawakan Bubur Ayam untuk sarapan kami. Setelah sarapan, aku bersiap-siap karena punya janji dengan temanku yang lainnya. Pagi itu, partnerku kembali ke kantornya untuk bekerja dan aku tinggalah sendiri disini hehehe. Setelah selesai prepare dan re-packing, aku check-out sekitar jam 11 siang. Lalu aku kembali memesan Go-Jek dengan tujuan ke St. Sawah Besar. Ternyata temanku sudah jalan dari jam 8. Karena posisiku dekat dengan Kota Tua, ya aku nyantai aja lah hehe.
Setelahnya kami bertemu di Stasiun Jakartakota, dan kami langsung menuju Kota Tua untuk hunting foto disana

*Suasana sepinya sekitar Taman Fatahilah Kota tua

Ternyata hari itu sepi banget! Akhirnya setelah sekian kali datang kesini, aku mendapatkan foto ‘sebersih’ ini.



*Teman-temanku diantara burung-burung
*My beloved backpack

Setelah puas berfoto di sekitar sini, kami mencoba menaiki Bus Tour bertingkat yang gratis milik Trans Jakarta.

                            *Lantai 2 Bus Trans Jakarta yang gratis 
                 
Kami menaiki bus ini dengan tujuan untuk sampai ke Monumen Nasional atau Monas. Namun kami harus transit terlebih dahulu untuk bisa sampai ke sebuah gerbang Monas. Sayangnya ketika kami turun, hujan deras pun ikut turun. Akhirnya kami tidak jadi ke monas hehe… Lalu dengan segera kami masuk lagi ke bus lain. Bus tersebut membawa kami kembali ke St. Jakartakota. Waktu itu jam sudah  menunjukan pukul 5 sore, artinya kami harus segera pulang. Kami menaiki Commuter Line jurusan Jakartakota-Bogor. Temanku turun di St. Bogor, sedangkan aku turun di St. Depok Lama. Di stasiun aku dijemput oleh partnerku untuk pulang ke daerah Cinere.
Alarm menggaduhkan pagi itu, 3 Handphone sekaligus menyala di waktu yang bersamaan. Pagi itu, Sabtu, 10 Februari 2018 pukul 4.30 kami bersiap-siap untuk berangkat ke St. Depok Lama. Kami order Go-Car untuk sampai kesana. Tap card untuk masuk ke stasiun pun kami gunakan. Sekitar 10 menit kami menunggu kereta, akhirnya tiba.
Fajar mulai menyingsingkan cahayanya di langit Timur. Kereta kami hampir sampai di St. Jakartakota, dengan 8 ribu saja. Lamanya perjalanan membuat kami mengantuk. Perut mulai terasa perih, karena kami tidak sempat sarapan. Kurang lebih 1 jam perjalanan untuk sampai ke St. Jakartakota, akhirnya sampai. Kamipun keluar dari stasiun dan mencari pengganjal perut, kami membeli gorengan di depan stasiun dengan harga 2ribu rupiah perbuahnya.
Selanjutnya kami order 2 Go-Ride dengan tujuan Dermaga Kaliadem. Lalu kami sampai di Dermaga Kaliadem ini. Kami langsung menuju loket penjualan tket. Namun sayangnya ketika kami sampai sana (waktu itu sekitar jam 7 pagi), loket belum buka. Loket akan buka pukul 9 pagi kalau tidak salah.

*Loket penjualan tiket kapal

Harga tiket normal Kapal Kayu Kaliadem – Pulau Tidung yaitu Rp. 50.000, memiliki estimasi waktu perjalanan selama 3 jam.

*Kapal kayu yang akan mengangkut penumpang ke pulau tujuan

Kapal ini mungkin bisa mengangkut lebih dari 200 orang. Banyak banget pokoknya.

Sayangnya pagi itu loket penjualan tiket masih tutup. Katanya akan buka pukul 9 pagi. Sedangkan pukul 7 pagi kami sudah disana. Ceritanyanya sih kita nungguin sambil duduk. Tak sengaja mata melirik ke sebuah meja yang terpasang di sisi ruangan berikut mbak-mbak penjualnya, iseng-iseng aku bertanya kepada mbak-mbak tersebut. “Sea Leader Marine”, terpampang tulisan tersebut. Ternyata, vendor ini baru saja akan beroperasi hari itu. Setelah bertanya-tanya sama mbak ini, akhirnya kami membeli tiket dari penyedia jasa tersebut. Dan beruntung banget waktu itu kita ditawari harga yang murah dengan fasilitas nyaman. Kami mendapatkan harga promo yang harganya Rp. 65.000 / orang untuk sekali jalan. Jadi jika dihitung PP yaitu Rp. 130.000 / orang. Kapal yang kami tumpangi adalah Tipe Luxury Yacht (yang ditulis di banner sih begitu), memang itu adalah kapal cepat yang memiliki estimasi waku perjalanan hanya 1 jam saja (bukan lagu ya wkwk). Sebenernya harga asli yang disediakan oleh Sea Leader Marine jika tidak pada waktu promo yaitu sebesar Rp. 100.000 untuk sekali jalan. Mahal memang  kalau untuk harga asli, tapi kan perjalanannya cepet. Akhirnya kami membeli tiket Kapal Dermaga Kaliadem – Pulai Tidung.


*Meja loket Sea Leader Marine

Setelah membeli tiket, kami menunggu pemberangkatan di ruang tunggu yang disediakan oleh Dermaga Kaliadem ini.

*Ruang Tunggu Dermaga Kaliadem

Satu jam lamanya duduk di ruang tunggu, akhirnya kami dipanggil untuk pemberangkatan. Yeaay! Kami berjalan ke dermaga. Kapal yang akan kami tumpangi yaitu kapal Predator 2. OTW!!!


Lalu kami menemukan kapal yang akan kami naiki. Kami memilih duduk di bagian atas agar bisa melihat laut secara jelas dan merasakan angin yang menyentuh wajah.
Penumpang dari kapal ini tidak lebih dari 110 orang. Tidak berdesakan, penumpang duduk sesuai kursi yang disediakan.

*Kondisi di dalam Kapal Predator 2 milik Sea Leader Marine

Btw panas banget deh. Usahakan mengenakan baju lengan panjang biar ngga item ya!
Setelah menunggu diatas kapal, akhirnya kapal pun melaju dengan kecepatan tinggi.


Birunya laut membuat mataku segar, indah sekali. Kami melewati beberapa pulau seperti pulau Untungjawa, Pulau Bidadari, Pulau Kahyangan dan lain-lain. Lima belas menit perjalanan dan godaan angin yang menerpa wajah, rasanya membuat kami mengantuk. Seketika kami tak sadarkan diri 😪.

Setelah kira-kira 30 menit kami terlelap, kapalpun berlabuh. Lah kok cepet? Kami sudah membuka life jacket kami. "Pulau Pari", samar-samar mataku melihat. Etdah, kirain udah sampe, eh taunya belum 😆 Ternyata kapal ini singgah dahulu di Pulau Pari. Mereka mengantarkan dahulu penumpang yang bertujuan ke Pulau Pari. Setelah passanger yang bertujuan ke Pulau Pari semua turun, kapal pun bergerak mundur dan kembali melanjutkan perjalanan ke Pulau Tidung.
Sepuluh menit berlalu. Dari jauh, terlihat pulau berjejeran. Itulah tujuan kita, Pulau Tidung 😁 Tak lama, kami pun sampai dan turun ke pulau ini. Yihaaaa, we arrived! Tapi panas banget!



Kami pun mencari warung untuk ngopi dan sekedar menyegarkan mata. Selanjutnya kami mulai berjalan diantara pemukiman warga. Ternyata pulau ini padat penduduknya.

*Peta Lokasi Pulau Tidung

Selesai ngopi, kami pun mulai berjalan ke arah timur. "Mas Mbak, mencari homestay? Mari saya antar", seorang bapak-bapak menghampiri kami. Maka kami pun mengobrol sembari berjalan menuju homestay yang bapak tersebut tawarkan. Tak jauh, hanya sekitar 100 meter dari dermaga, kami sampai. Lalu partnerku mengobrol dengan ownernya tersebut. 

                          *Homestay yang kami tempati

 Aku lupa lagi dengan nama homestaynya, namun homestay ini menawarkan harga Rp. 250.000 permalamnya. Kamar disini cukup luas (fotonya hilang huhu), karena memiliki 4 buah kasur. Ada TV LED dan AC yang siap menyejukan ruangan. Kamar mandi memiliki shower, juga memiliki westafel. Setelah check-in, kami pun menyimpan barang-barang kami dan beristirahat. Kami sampai disana sekitar pukul 10.30 pagi.
Di siang itu, cuaca sangatlah panas. Waktu menunjukan pukul 11.00 WIB, setelah rehat sejenak kamipun nekat panas-panasan untuk foto-foto. Namun, kami ngga mungkin jalan kaki. Dari awal kami lihat banyak yang pake sepeda. Akhirnya kami menyewa 2 buah sepeda yang warna warni ini. Kami menggowes pedal sepeda masing-masing. Jauh juga nih jalannya. FYI, Pulau Tidung tuh bentuknya memanjang. Maka jangan heran, penduduk disini menggunakan sepeda dan motor untuk kebutuhan sehari-harinya. Kamipun memparkirkan sepeda kami, lalu mulai berjalan menuju tempat wisata utama pulau ini. 

Kaki kembali melangkah, keringat tak luput mengucur diseluruh lekuk badanku (baca: kelebihan hormon keringetan wkwk). Tadaaa! Kami menemukan pantai dengan pasir putih yang lembut di sisi kanan jalan. Sebetulnya, aku sengaja mencari air untuk membersihkan Sport Camera yang terkena tembelek (kotoran ayam) 😅



*Salah satu sisi dari Pantai di Pulau Tidung

Kamipun sampai di pintu masuk wisata



*Pintu masuk Jembatan Cinta

Kamipun mulai menjelajahi tiap sisi tempat ini. Dan dibawah ini adalah beberapa foto ke-eksotisan Pulau Tidung.

*Area pantai yang dijadikan tempat banana boat dan permainan air lainnya
*Salah satu shelter yang ada di sepanjang jembatan cinta menuju Pulau Tidung Kecil
*Pintu masuk Pulau Tidung Kecil
*Jembatan Cinta Pulau Tidung dari kejauhan


Setelah puas berfoto dan menjelajahi sebagian pulau ini, kamipun pulang. Namun kami melipir sebentar ke sebuah warung nasi yang ada di sisi jalan. Kami makan nasi dan ati ampela + sayur dan 2 gelas es teh manis dengan total 26 ribu rupiah. Akhirnya nemu air dingin. Godness, mantap banget. Setelah selesai makan, kami pun mengayuh sepeda kami untuk kembali ke homestay. Sesampainya di homestay, aku kaget sekali. Astaga naga kobra abrakadabra! Ternyata tadi ketika jalan-jalan itu, kami menghitamkeun kulit 😐 Padahal cuma terjemur sejambatau dua jam saja kira-kira. Namun kulit kami gosong dibuatnya, hadeuh udah kayak tuyul aja 😂 Kami pun istirahat.

Tiga jam berlalu sudah. Nampaknya langit mulai meneduh. Kami pun menyiapkan kamera yang sudah full baterainya setelah sekian lama di charge. Kami keluar dari homestay, rencananya memang akan berjalan-jalan dan berburu sunset di barat Pulau Tidung. 

Kembali kami mengayuh sepeda, lalu terlihat sebuah etalase dipajang. Kayaknya enak juga, terlihat bertusuk-tusuk ikan olahan seperti fish dumpling dan sebagainy, juga ada baso. Tapi sayangnya lagi ngga pengen baso hehe. Akhirnya aku pesen 5 tusuk makanan seafood olahan tersebut. Pertusuknya dihargai 5 ribu rupiah. Digoreng dan diberi saus sambal juga mayonnaise menambah rasa mantap makanan ini kelihatannya.
Setelah pesanan selesai dibungkus, kami kembali mengayuh sepeda untuk lebih ke barat pulau. Setelah sekian ratus kali pedal sepeda ini dikayuh, akhirnya kami sampai di sebuah tempat. Sebenernya bukan itu sih tempatnya. Namun kami rasa tempat itu cukup pas untuk membidik sang senja.

Terlihat binar oranye senja mengguratkan cahayanya di cakrawala. Senja sudah mulai memamerkan eloknya pada bumi. Sejuk hawanya sore itu, tak lupa kami bersyukur atas karya-Nya yang indah ini. Kami takjub. Senja memang selalu memikat 🌅 Jelas kami mengabadikan moment pada sore yang cantik tersebut!






Cantik bukan? Itu bener-bener cantik kataku! Namun hari semakin gelap. Kami harus kembali ke tengah pulau ini. Kembali kami mengayuh pedal sepeda kami, lalu kami mencari makan malam. Jalanan yang panjang nan sempit ini kami susuri, hingga akhirnya kami menemukan sebuah rumah makan, mereka menghidangkan aneka seafood. Kamipun memesan Udang Saus Mentega dan Cumi Saus Tiram.



Yummy! Makanan pun sudah dihidangkan oleh pelayan. Dengan lahap kami memakan makan malam kami. Laper banget setelah mengayuh-ngayuh sepeda seharian. Setelah makan malam selesai, bukannya kembali ke homestay namun kami malah menjalankan kembali sepeda ke Jembatan Cinta hehehe. Sesampainya disana, kami memarkirkan sepeda dan menikmati suasana malam di tengah jembatan cinta. Cekrek cekrek dulu dong sebelum turun dari sepeda hahaha 😁



*Jembatan Cinta malam hari yang disoroti lampu warna-warni

Malam kian dingin, hembusan angin makin kencang. Suasana disini hening sekali, hanya deburan ombak yang menabrak beton-beton pondasi yang ikut menyemarakkan malam itu. Sepi banget. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke homestay setelah puas berfoto dan perut yang kenyang. Sesampainya di homestay, kami pun istirahat dan tidur untuk bersiap esok hari menyambut sunrise ala Pulau Tidung.

Minggu, 11 Februari 2018 Pukul 05.00 WIB, kami bangun dan terkejut. Ya ampun kesiangan hahaha. Cuci muka, menyiapkan kamera dan kami langsung membelokan setir sepeda kami menuju Jembatan Cinta (lagi). Kami sampai ketika matahari masih di ambang awan. Kok ngga muncul-muncul? Rupanya kondisi saat itu awannya mendung 😓 Jadi, sunrise pagi itu tidak kuning ataupun oranye.(*)



Kondisinya gelap. Mendung, tapi ngga hujan sih. Tapi ngga apa-apa, dengan kami bisa pergi kesini pun kami sudah bersyukur hehehe. Hari makin terang, kami pun mengabadikan foto disini.



Hari makin terang, lalu kaki mulai melangkah masuk lebih dalam ke Pulau Tidung Kecil. Ternyata di pulai ini banyak sekali yang berkemah. Wah lebih murah aku pikir hehehehe. Disana ada penangkaran penyu-penyu lucu hehe.

*Welcome to Tidung Kecil!


*Entah dermaga untuk apa hehehe

Setelah mengelilingi pulau ini, kami pun kembali ke pulau tidung besar. Kami berjalan dengan hah-heh-hoh karena capek wwkwkwk.

Sesampainya di Jembatan Cinta, aku lihat ada yang sedang melompat dari atas jembatan ke air! Wah, jadi pengen nyobain!




Awalnya aku takut buat nyobain nyebur kesana. Tapi aku harus nyobain segernya air disini hehe. Akupun minta ditemenin lompat bareng sama mas-mas itu. Jujur setengah hati mau loncat, takut juga karena air lagi pasang. Aku nekat loncat hahaha



Byurrrr! Aku loncat wkwk. Bener-bener first time kayak begitu xixixi. Tapi gilaaa!!! Airnya deres banget arusnya! Sumpah deres banget sampe hampir kebawa sama arus. Untung ada mas-mas itu dan narik aku ke sisi jembatan. Hadeuh, aku hampir tenggelem wkwk. Jangan nekat yaaa. Kalo lagi pasang, jangan berani-berani lakukan hal diatas. Disana lagi banyak orang dan ngeliatin aku loncat. Malu banget dah wkwk. Ngerasa kayak ikan paus nyebur ke laut 😆
Bajuku basah kuyup (yaiyalah). Kami pun langsung mengambil sepeda kami dan segera kembali ke homestay. Akupun mandi dan segera bersiap-siap packing sebelum mengakhiri trip tersebut. Kami pun sudah siap untuk pulang. Selanjutnya check-out dan mencari warung nasi, kami belum sarapan soalnya.
Selesainya santap sarapan, kami pun pergi ke pelabuhan utama untuk menunggu pemberangkatan pulang kapal. Kami kan pesan tiket PP. Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB. Tiba saatnya kami pulang, satu persatu kondektur kapal memanggil nama kami.




Kapal pun melaju dengan kecepatan tinggi. Setelah 1 jam lamanya perjalanan, kapal pun berlabuh kembali di Dermaga Kaliadem.
Perjalanan kali ini pun dicukupkan. Lelah namun membahagiakan. See you on the next trip!

*) Lihat cuplikan dokumenter di https://www.instagram.com/p/BjsONDFgluj/?utm_source=ig_web_copy_link